Senin, 01 November 2010

MAKNA EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN

MAKNA EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN
Dalam setiap kegiatan pendidikan tidak akan bisa dipisahkan dari kegiatan evaluasi, tanpa ada evaluasi tidak mungkin akan diketahui hasil usaha pendidikan maka semua kegiatan pendidikan hanya sia-sia belaka, karena kita tidak pernah mengetahui apakah pendidikan yang kita lakukan berhasil atau tidak, baik atau buruk, lulus atau tidak lulus.
Evaluasi adalah kegiatan akhir yang harus dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan materi oleh peserta didiknya, atau bisa juga evaluasi diartikan sebagai sebuah proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Sekolah sebagai sebuah institusi yang menyelengarakan pendidikan yang diumpamakan sebagai sebuah tempat pengolahan dimana calon siswa sebagai bahan mentah yang akan diolah, maka lulusan sekolah itu diumpamakan sebagai hasil olahan yang siap dipergunakan untuk mengetahui apakah seorang siswa lulus atau tidak lulus maka perlu diadakan evaluasi sebagai alat penyaring. Hasil evaluasi ini akan digunakan untuk mengambil berbagai keputusan pendidikan , namun tidak semua hasil evaluasi dapat digunakan dan dimamfaatkan untuk mengambil keputusan pendidikan, karena hasil evaluasi itu belum tentu sesuai dengan maksud dan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan, disamping itu bagaimana pelaksanaan evaluasi yang dilakukan.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Evaluasi
B. Ruang Lingkup Evaluasi
C. Prisip-prinsip Evaluasi




III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Evaluation”. Dalam buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown dikatan bahwa: Evaluation rever to the act or prosess to determining the value of something (wand and Brow, 19 hal 1). Jadi menurut Wand and Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagi suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Perlu dijelaskan bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement). Mengenai pengertian pengukuran (measurement) Wand dan Brown mengatakan bahwa: “Measure means the act or prosess of axestaning the exent or quantity of something” (wand and brown, 19, hal, 1). Jadi menurut Wand and Brown pengukuran adalah Suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas daripada sesuatu.
Dari devinisi evaluasi dan pengukuran tersebut dapat diketahui dengan jelas perbedaan antara evaluasi dan pengukauran. Pengukuran akan memberikan jawaban tentang “how much”, sedangkan penilaian akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “what value”.
Sedangkan pendapat lain menyebutkan, pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerangkan angka menurut sistem aturan tertentu (Kerlinger, 1996: 687). Hopkins dan Antes mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari objek, orang atau kejadian yang kejadian yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam jumlah (Hopkins dan Antes, 1979: 10).
Penilaian (evaluation) adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu. Hasil pengukuran merupakan angka mati yang tidak mempunyai makna apapun. Pengambilan keputusan belum dapat dilakukan hanya atas dasar hasil pengukuran. Hasil pengukuran baru mempunyai makna dan dapat digunakan untuk mengambil keputusan setelah dibandingkan dengan kriteria tertentu. Interprestrasi terhadap hasil pengukuran hanya dapat bersifat evaluatif apabila disandarkan pada norma atau kriteria (Azwar, 2001: 6).
Walaupun ada perbedaan antara penilaian dan pengukuran, namun kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Sebab untuk mengadakan penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan pada pengukuran-pengukuran. Misalnya untuk menilai apakah seorang anak dapat membaca atau tidak maka kita perlu mengukur berapa jumlah kata-kata yang dapat dibacanya dalam tempo satu menit, berapa kesalahan-kesalahan yang dibuatnya dan sebagainya.
Sebaliknya pengukuran-pengukuran yang dilakukan tidak akan memberikan arti apa-apa kalau tidak kita hubungkan dengan penilaian. Misalnya, apabila berdasarkan suatu pengukuran kita ketahui bahwa seorang anak dapat membaca dengan kecepatan 50 kata dalam satu menit. Apakah anak itu dapat kita katakan dapat membaca dengan lancar atau tidak. Tentu saja kita belum bisa mengatakan anak itu bisa membaca dengan lancar atau tidak kita ketahui kriteria-kriteria penilaiannya. Kalau kecepatan anak-anak yang sekelas dengan anak tadi pada umumnya 40 kata tiap menit, maka anak tadi dapat kita katakan dapat membaca dengan lancar. Tapi jika kecepatan membaca anak-anak sekelas dengan anak tadi pada umumnya 60 kata tiap menit, maka anak tadi adalah anak yang lambat dalam membaca.


B. Ruang Lingkup Evaluasi
Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian berbasis kelas adalah :
1. Penilaian kompetensi dasar mata pelajaran.
Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek mata pelajaran tertentu.
2. Penilaian Kompetensi Rumpun Pelajaran.
Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata pelajaran atau disiplin ilmu yang lebih spesifik. Dengan demikian, kompetensi rumpun pelajaran pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfeksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran tersebut.
3. Penilaian Kompetensi Lintas Kurikulum.
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi yang harus dicapai melalui seluruh rumpun pelajaran dalam kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang mencakup kecakapan belajar sepanjang hayat dan kecakapan hidup yang harus dicapai oleh peserta
didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan. Penilaian
ketercapaian kompetensi lintas kurikulum ini dilakukan terhadap hasil
belajar dari setiap rumpun pelajaran dalam kurikulum.


4. Penilaian Kompetensi Tamatan.
Kompetensi tamatan merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang tertentu.
5. Penilaian Terhadap Pencapaian Keterampilan Hidup.
Penguasaan berbagai kompetensi dasar, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun pelajaran dan kompetensi tamatan melalui berbagai pengalaman belajar juga memberikan efek positif (nurturan effects) dalam bentuk kecakapan hidup (lifeskills). Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui
berbagai pengalaman belajar ini, juga perlu dinilai sejauhmana
kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan
berkembang dalam kehidupannya di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Jenis-jenis kecakapan hidup yang perlu dinilai antara lain :
 Keterampilandiri (keterampilan personal) : Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME, motivasi berprestasi, komitmen, percaya diri, dan mandiri.
 Keterampilan berpikir rasional : berpikir kritis dan logis, berpikir sistematis,
terampil menyusun rencana dan memecahkan masalah secara sistematis.
 Keterampilan sosial : keterampilan berkomunikasi lisan dan tertulis; keterampilan bekerjasama, kolaborasi, lobi; keterampilan berpartisipasi; keterampilanmengelola konflik; keterampilan mempengaruhi orang lain.
 Keterampilanakademik : keterampilan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah; keterampilan membuat karya tulis ilmiah; keterampilanmentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkanmasalah, baik berupa proses maupun produk.
 Keterampilan vokasional : keterampilan menemukan algoritma, model, prosedur untuk mengerjakan suatu tugas; keterampilan melaksanakan prosedur; keterampilan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang telah dipelajari.

C. Prinsip-prinsip Evaluasi
Stufflebeam et.al 1971 mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
Evaluasi sendiri memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
1) Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembeljaran bagi masyrakat.
2) Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilkukan dengan metode yang berbeda.
3) Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwennag untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
4) Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
5) Evaluator tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya.
6) evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
7) Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian informasi.
8) Evaluasi akan mntap apabila dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable.
9) Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
10) Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes.
Sedangkan prinsip-prinsip umum evaluasi adalah:
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengjaran.
2. Keterlibatan peserta didik
Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik alam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensievaluasi
Harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya.


IV. ANALISIS
Dalam pendidikan tidak dapat dipisahakan dari yang namanya evaluasi. Juga digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Sedangkan, standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Sesuai dengan pengertiannya, tujuan kegiatan remedial ialah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku.
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya.
Kegiatan pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.

V. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials Of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W,Brown. Dikatakan bahwa “evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something.” Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983,1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.

VI. PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun denga n tanpa adanya unsur plagiasi didalamnya. Penyusun sadar betul dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi untuk menuju proses kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik konstruktif sangat kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya.

Minggu, 31 Oktober 2010

Mbah Marijan Among 25 Killed as Indonesia Volcano Death Toll Rises

Mount Merapi, Indonesia. The death toll from the eruption of Indonesia’s Mount Merapi rose to 25 on Wednesday, including an elder known as the volcano’s spiritual gatekeeper, officials said.

The traditional gatekeeper, Mbah or grandfather Marijan, was found dead in his burnt house about four kilometres (2.5 miles) from the peak, local officials said.

“At least 25 people were killed, including Mbah Marijan. A reporter and two volunteers were also killed,” said Banu Hermawan, spokesman for Sardjito hospital in nearby Yogyakarta.

No eruptions had been recorded since Tuesday when Mount Merapi, which means “Mountain of Fire”, sent searing gas and molten lava into the sky on at least 10 occasions, a government expert said.

“Although Merapi has not erupted again since yesterday, people should remain in shelters,” volcanologist Surono said.

Authorities may have saved many lives when they ordered thousands of people to flee from a 10-kilometre danger zone on Monday, after raising the threat level for the volcano to red, the highest possible.

The order affected about 19,000 people but it was not clear how many had obeyed and moved to temporary shelters.

The 2,914-metre (9,616-foot) Mount Merapi, 400 kilometres east of Jakarta, is the most active of the 69 volcanoes with histories of eruptions in Indonesia.

It last erupted in June 2006 killing two people, but its deadliest eruption occurred in 1930 when more than 1,300 people were killed. Heat clouds from another eruption in 1994 killed more than 60 people.

The volcano has special significance for the people of Java island as it is one of four places where officials from the royal palaces of Yogyakarta and Solo make annual offerings to placate the spirits of Javanese mythology.

Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono, in Hanoi for an ASEAN summit, will return home early because of twin disasters — including the earthquake an tsunami disaster in West Sumatra — at home, an ASEAN source said Wednesday.
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
I. PENDAHULUAN
Usia Dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar sepanjang rentang perkembangan dan pertumbuhan kehidupan manusia. Pada masa usia dini semua potensi anak berkembang sangat cepat. Fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neorologi, menyatakan bahwa 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 8 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang didukung, baik situasi pendidikn keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
Perubahan pandangan dalam dunia pendidikan dan berbagai perkembangan dalam ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni (IPTEKS) membawa dampak pada pada berbagai aspek pendidikan, termasuk pada kebijakan pendidikan. Jika pada awal-awal kemerdekaan, fokus perhatian pemerintah lebih tertuju pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, maka secara secara berangsur-angsur setelah itu perhatian pemerintah juga tertuju pada pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yaitu PAUD (Pendidikan Anak Usia Diani).

II. RUMUSAN MASALAH
A. Pegertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
B. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
C. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
E. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


III. PEMBAHASAN
A. Pengertian PAUD
Pendidikan adalah usaha yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan. Dapat dikatakan jika selama proses pendidikan berlangsung tidak terjadi perubahan dalam perilaku anak, maka gagal lah pendidikan itu.
Pendidikan dapat diartikan juga pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhan (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
Dalam bahasa Romawi (termasuk bahasa Inggris) dengan istilah ”educare” yaitu mengeluarkan dan menuntun. Istilah ini menunjukkan tindakan untuk merealisasikan “inner DK aanleg” atau potensi anak atau potensi anak, yang dibawa waktu lahir didunia. Educare berarti “membangun” kekuatan terpendam atau mengaktiver kekuatan potensi yang dimiliki anak.
Pendikan dapat ditinjau dari 2 segi, yakni dari segi pandangan masyarakat dan dari segi pandangan individual. Dari segi pandangan pendidikan berarti pewaris kebudayaan dari generasi tua kepada yang muda agar hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan. Sedang dari pandangan individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang tersembunyi.
Anak usia dini yaitu kelompok manusia yang berusia 0-6 (di Indonesia). Adapun menurut pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia usia )-8. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serat agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Anak usia dini terbagi dalam 4 tahapan:
1. Masa bayi lahir sampai 12 bulan.
2. Masa toddler (balita) usia 1-3 tahun.
3. Masa pra- sekolah usia 3-6 tahun.
4. Masa kelas awal sampai dengan 6-8 tahun.
B. Konsep Dasar PAUD
Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatakan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan dengan tegas bahwa dalam undang-undang tersebut bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Selanjutnya dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 (pasal 28) antar lain bahwa PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dan PAUD dapat diselenggarakan dalam jalur pendidikan formal (seperti Taman Kanak-kanak, Raudhatul Athfal atau bentuk lain yang sederajat), jalur pendidikan non formal (seperti Penitipan Anak , Kelompok Bermain, atau bentuk lain yang sederajat), serta jalur pendidikan in-formal seperti PAUD dalam keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini (PAUD hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep yang bermakna bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak menunjukkan aktifitas dan rasa ingin tahu secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pembimbing, pendamping dan fasilator bagi anak. Melalui proses pendidikan diharapkan dapat menghindari pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak menjadi pasif dan guru lebih dominan.
PAUD diajarkan melalui cara bermain, dengan begitu tidak merampas haknya. Semua itu untuk melejitkan potensi anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan social dengan mengedepankan kebebasan memilih merangsang kreatifitas dan penumbuhan karakter, “ujar Sumirah staf Dinas Pendidikan DIY sast berlangsung Lokakarya Pendampingan PAUD, Minggu (31/8) di Fakultas Psikologi UGM.
C. Tujuan PAUD
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungannya serta membentuk anak Indonsia yang berkualitas, dimana anak akan tumbuh dan berkembang sesuai tingkat perkembangannya hingga memiliki kesiapan optimal dalam memasuki pendidikan dasar, serta mengarungi kehidupan dimasa dewasanya.
Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tata krama, sopan santun, aturan, norma, etika dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda-benda dan orang lain diperlukan, agar anak mampu mengembangkan kepribadian , watak, dan akhlak yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupan anak selanjutnya. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat dianjurkan agar anak memiliki kesiapan yang sangat matang dan menjalani kehidupan dimasa depannya.

D. Landasan PAUD
Ada 3 landasan:
1. Landasan Yuridis.
a. Tersirat dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 2.
b. Konvensi hak anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
c. UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dimana PAUD dibahas pada bagian ke-7 pasal 28 yang terdiri dari 6 ayat.
d. PP no. 39 tahun 1992 mengenai peran serta masyarakat dalam pendidikan nasional.

2. landasan empiris.
3. landasan keilmuan.
E. Prinsip PAUD
Prinsip pelaksanaan program PAUD harus mengacu pada prinsip umur yang terkandung dalam konvensi hak anak, yaitu:
1. Nondriskiminasi, dimana semua anak dapat mengecap pendidikan usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, tingkat sosial serta kebutuhan khusus setiap anak.
2. Dilakukan demi kebaikan terbaik untuk anak ( the best interest of children), bentuk pengajaran, kurikulum yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks sosial budaya dimana anak-anak hidup.
3. Mengakui adanya hak hidup, kelangsungan hidup dan prkembangan yang sudah melekat pada anak.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child) pendapat anak yang menyangkut kehidupannya perlu mendapat pehatian dan tanggapan.
Dengan pendidikan yang diberikan pada anak usia dini yaitu untuk menyiapkan potensi kecerdasan yang dimiliki anak. Jika kita berupaya untuk mencerdaskan anak-anak kita diperlukan semangat,kepedulian, kerja keras, pengorbanan, dan pemahaman yang baik tentang pendidikan.
Dalam perspektif psikologi pendidikan, kecerdasan dianggap sebagai kemampuan mental terhadap suatu persoalan, ada 3 faktor penting yang menengarai kecerdasan seseorang, yakni penilaian (judgement), pengertian (comprehensian) dan penalaran (reasoning).
Bukan hanya kecerdasan intelektual saja yang dipersiapkan, bahkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Menurut pandangan Gordner yang didasarkan atas teori multicultural, menurutnya ada 7 macam kecerdasan atas teori atau yang sering disebut dengan multiple intelegensi (MI):
1. Intelegensi Linguistik Verbal (verbal-linguistik intelegensi).
2. Kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intellegennce).
3. Kecerdasan ruang visual (visual-spatial intelegence).
4. Kecercasan kinestetik atau gerakan fisik (kinesthetic intelegence).
5. Kecerdasan musik (musical intelegence).
6. Kecerdasan hubungan sosial (interporsonal intelegence).
7. Kecerdasan kerohanian (intrapasonal intelegence).


IV. KESIMPULAN
Dari apa yang telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pentingnya penidikan anak usia dini menyiapkan potensi kecerdasan anak, pendidikan anak usia dini yaitu suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga umur 6 tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan non-fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritualan), motoeik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepet agar anak tumbuh dan berkembang.
Sedangkan pentingnya pendidikan anak usia dini adalah agar anak dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui berbagai pemberian rangsangan dari orang dewasa dan lingkungan sekitar.

V. PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun dengan tanpa adanya unsur plagiasi didalamnya. Penyusun sadar betul dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi untuk menuju proses kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik konstruktif sangat kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya.














DAFTAR PUSTAKA

Dewi Salma Prawiradilaga dan Evelin Siregar, Mozaik Tekhnologi Pendidikan, Prenada Media, jakarta, 2004.
Drs. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis; PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003.
Mursid, Manajemen Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, (Semarang: AKFI media, 2009).
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2005.
Dr. Mansur, M.A, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Jumat, 29 Oktober 2010

Pada Sebuah Ranjang

Kekasihku, jangan bersedih..........!
Tidurlah dan bermimpi.
Ke negeri kehampaam, kehangatan kasiiih
Lahan per-lahan, perlahan-lahan menghampar hampa kasiih.
Usai impianmu rangkai cerita,
t'lah kau jumpai tawa canda.
Dan biar kelak anak-anakmu kan percaya, perca-perca cerita tentang tawa canda.
Dan biar kelak anak-anakmu kan pergaya bualaanmu.
Jangan kau bersedih......! (Sujiwo Sutejo).